2015
bercerita
cinta
happy new year
hubungan
kanker
novel
pacaran
referensi film
review film
the fault in our stars
Tahun Baru (Lagi) !
19:23:00
Tahun baru datang lagi. Orang
berlomba-lomba untuk terus mantengin timeline,
atau recent update bbm buat
mastiin, dia jadi orang yang pertama yang bilang “Happy New Year” dan gak ketinggalan buat ngerangkai kata-kata di sana
tentang mimpi-mimpi yang ingin dicapainya di tahun baru kelak,saat pukul 00:00,
1 Januari 2015 muncul di layar handphone
mereka.
Ya, gak kerasa memang. Rasanya baru
beberapa saat lalu gue nulis tentang sejauh mana resolusi 2014 gue yang
sepertinya kurang begitu membanggakan. Sekarang gue sudah dihadapkan kembali
dengan kedatangan tahun baru, 2015 namanya, yang pasti gue harus udah siap buat
ngejalanin, dan bikin resolusi baru biar gak garing dan mati kering.
Kenapa garing dan mati kering?
Karena waktu yang dijalani tanpa
ada mimpi-mimpi hanya akan menyisakan manusia lemah yang tak bergairah, setiap
waktunya dilakukan hanya untuk menunggu mati.
Sadar gak sih? Walau tak pernah
meminta untuk dilahirkan, sesungguhnya manusia terlahir ke dunia ini dengan
berbekalkan mimpi-mimpi orang tuanya. Seperti bunga-bunga yang kelopaknya
bermekaran indah di atas tangkai sana, kemudian seiring waktu kelopaknya mengering
dan lemah, hanya menunggu saat hembusan angin datang dan menjatuhkannya ke
tanah.
Gak tahu kenapa gue jadi
ngomongin yang kayak beginian. Ini efek dari malam tahun baru gue yang cuma diem
di rumah, mantengin laptop, muterin list film
yang udah numpuk belum sempet gue tonton.
Anyway, gue tertarik dan kagum banget sama film “The Fauilt In Our Stars”. Buat yang
belum tahu, gue mau spoiler dulu
dikit. Film ini diambil dari novelnya John Green, inti ceritanya tentang
percintaan dua orang remaja pengidap kanker. Sang cewek, Hazel, 16 tahun
mengidap kanker teroid stadium IV semenjak
umur 13 tahum sempat ‘hampir’ meninggal dunia, tapi kemudian mendapatkan sebuah
mukjizat, karena masa-masa ‘kritis’ nya saat itu dapat dilewati dengan
menggunakan obat eksperimen, Phalanxifor,
yang sebelumnya pernah digunakan pada orang-orang penderita kanker teroid
lainnya tapi gagal (tidak bertahan hidup), hanya Hazel yang beruntung, obatnya
merespon kanker yang dideritanya dengan baik, dan Hazel pun dapat bertahan
hidup, entah sampai kapan. Kesehariannya, Hazel bernafas dengan bantuan tanki
oksigen, ya, selang gak pernah lepas dari hidungnya, bukan piercing hidung yang sering elu-elu pasang gunta-ganti.
Hazel ini sangat suka baca buku, novel
terutama, apalagi novel “An Imperial
Affliction” karangan Van Houten. Salah satu mimpinya adalah mendapatkan
balasan email dari Van Houten tentang bagaimana kelanjutan cerita dari novelnya,
yang menurut Hazel ceritanya masih ngambang, belum selesai.
Sedangkan si cowoknya Augustus, 18
tahun, gue langsung memutuskan bahwa pasti Augustus ini seorang atlet yang
berbakat, karena dapat dilihat dari jumlah piala dan piagam yang berjejer di
atas meja kamarnya. Augustus ini penderita osteosarkoma dari sekitar 1,5 tahun
lalu, dan mengakibatkan satu kakinya harus diamputasi. Tahu yang bikin gue
kagum sama tokoh Augustus ini? Saat kakinya diamputasi dan diganti jadi kaki
robot, dengan entengnya dia bilang, “Aku sekarang adalah bagian dari cyborg,
dan itu keren.” Seakan tidak ada rasa kehilangan apalagi beban.
Ceritanya bermula dari pertemuan
dan perkenalan Hazel dan Augustus di sebuah kelompok pendukung, yang menjadi
tempat sharing teman-teman yang
memiliki penyakit berat lainnya, terutama kanker. Gue gak akan cerita
banyak-banyak karena pasti bakalan panjang banget. Intinya, gue kagum dengan
jalan fikiran mereka. Gue kagum dengan cara mereka melihat segala kekurangan
yang ada pada diri mereka dengan cara mereka sendiri.
Hal yang paling gue inget adalah
saat teman Augustus, namanya Isaac, sama seperti mereka Isaac adalah seorang
penderita kanker retinoblastoma, semacam
kanker yang menyerang mata. Selama ini dia menggunakan mata palsu, dan suatu
hari dia akan melakukan operasi lagi untuk mengangkat mata palsunya, dan ya,
dia menjadi buta. Sebelumnya, Isaac telah memiliki seorang pacar wanita,
cantik, seksi, tapi kemudian putus setelah Isaac memberitahunya jika Isaac akan
melakukan operasi mata, dengan alasan pacarnya itu sudah “tidak sanggup”.
Alasan simpel, alasan sederhana, sangat manusiawi sekali, dan sangat gila!
Isaac yang lagi hancur-hancurnya
datang ke rumah Augustus, bad mood percis
cewek yang lagi pms ditambah gak punya duit saat ada diskon 85%. Nyeremin.
Sesaat setelah Isaac selesai
cerita ke Hanzel dan Augustus, emosinya tidak terbendung, dia menendangi meja televisi,
namun kemudian Augustus menahannya dan memberikan bantal untuk dipukuli. Isaac
pun menerima bantal itu dan meremasnya dengan kesal. Melihat ekspresi Isaac
yang sedang gila-gilanya, (btw, gue jadi inget gue kalo lagi kesel banget,
kelakuannya sama. Hahahaha..) Augustus mengambil bantal yang sedang
diremas-remas Isaac.
“Kamu harus mematahkan sesuatu,
bantal tidak bisa kamu patahkan,” kata Augustus kemudian mengambil piala basket ball, “Patahkanlah ini.”
Piala basket ball yang pernah
Augustus dapatkan itu akhirnya menjadi bulan-bulanan Isaac. Alasan kenapa
Augustus memberikan piala pada Isaac untuk dipatahkan adalah karena dia sudah
lama mencari cara untuk mengatakan pada ayahnya jika dia tidak pernah menyukai
basket ball. Simpel sekali. Dan alasan lainnya adalah ada pada buku An Imperial Affliction favoritnya Hazel,
“Pain demands to be felt”, ya, rasa sakit memang harus dirasakan. Jika memang harus dengan emosi, maka emosilah secara bijak dan luapkan semua.
Akhir ceritanya seperti apa?
mungkin sudah bisa ditebak, kalau cerita tentang kanker yaa pasti akhirnya akan
ada yang meninggal dunia. Ya, mereka sudah tahu umur mereka tak panjang, tapi
mereka tidak ketakutan, bersedih, atau menyerah begitu saja. Kehidupan mereka
berjalan seperti biasa, semangat dan bahagia. Bahkan hingga Hazel berhasil mewujudkan
keinginannya untuk bertemu dengan Van Houten.
Saat melihat film ini, ada sesuatu
yang membuat gue merasa si sutradara dan penulis novel ini ingin mengatakan
sesuatu, mungkin kurang lebih seperti ini :
- Mereka penderita kanker parah, yang sisa umur hidupnya dapat dihitung, dan mereka sadar akan hal itu, tapi tetap semangat dan mencoba untuk tetap bahagia dalam menjalani hidupnya. Nah kita, yang tak punya kanker atau penyakit yang berbahaya lainnya, baiknya bisa lebih semangat dan lebih bahagia dari mereka. Walau sebenarnya kita pun tak tahu, apakah ada jaminanya umur kita dapat lebih lama dibandingkan dengan mereka? Tidak.
- Mereka penderita kanker yang harusnya murung sering mengeluh tapi ternyata tak pernah mengeluh, yang mereka keluhkan hanya dua, saat selang pembantu dalam tubuhnya bergeser salah posisi, dan kesepian, tidak punya teman ‘sehat’ sebelum akhirnya dapat bertemu dengan teman-teman ‘senasib’. Nah kita, tak perlu dijelaskan lagi sepertinya, karena bahkan hal sepele pun masih sering kita keluhkan, pake celana dalam kebalik contohnya.
Jadi, selamat tahun baru 2015
teman. Mari kita kumpulkan mimpi sebanyak-banyaknya, mari kita berusaha mewujudkan mimpi
kita menjadi nyata. Banyak mimpi gue di tahun kemarin yang belum kesampean,
semoga gue bisa mewujudkannya di tahun ini.
Harapan gue tahun ini sebenarnya simpel, dan.. mmm... udahlah.. just shut up and make it all happen! :)
Oh iya, ini gue tulis sebalik
dari Tasikmalaya, abis jalan-jalan ke Galunggung bareng temen-temen tanggal 1
Januari kemarin. Mumpung masih awal tahun baru nih, apalagi long weekend.. Selamat
liburan, semoga tahun ini menyenangkan dan menjadi tahun kita! :)
Semoga ada waktu juga buat gue
bisa nulis lagi, dan nge-share cerita
perjalanan kemarin.. udah lama gak bikin cerita perjalanan niih..
Hehehe..
See Yaaaa!!
0 komentar