Tahun Baru (Lagi) !

Tahun baru datang lagi. Orang berlomba-lomba untuk terus mantengin timeline, atau recent update bbm buat mastiin, dia jadi orang yang ...



Tahun baru datang lagi. Orang berlomba-lomba untuk terus mantengin timeline, atau recent update bbm buat mastiin, dia jadi orang yang pertama yang bilang “Happy New Year” dan gak ketinggalan buat ngerangkai kata-kata di sana tentang mimpi-mimpi yang ingin dicapainya di tahun baru kelak,saat pukul 00:00, 1 Januari 2015 muncul di layar handphone mereka.

Ya, gak kerasa memang. Rasanya baru beberapa saat lalu gue nulis tentang sejauh mana resolusi 2014 gue yang sepertinya kurang begitu membanggakan. Sekarang gue sudah dihadapkan kembali dengan kedatangan tahun baru, 2015 namanya, yang pasti gue harus udah siap buat ngejalanin, dan bikin resolusi baru biar gak garing dan mati kering. 

Kenapa garing dan mati kering?

Karena waktu yang dijalani tanpa ada mimpi-mimpi hanya akan menyisakan manusia lemah yang tak bergairah, setiap waktunya dilakukan hanya untuk menunggu mati.

Sadar gak sih? Walau tak pernah meminta untuk dilahirkan, sesungguhnya manusia terlahir ke dunia ini dengan berbekalkan mimpi-mimpi orang tuanya. Seperti bunga-bunga yang kelopaknya bermekaran indah di atas tangkai sana, kemudian seiring waktu kelopaknya mengering dan lemah, hanya menunggu saat hembusan angin datang dan menjatuhkannya ke tanah.

Gak tahu kenapa gue jadi ngomongin yang kayak beginian. Ini efek dari malam tahun baru gue yang cuma diem di rumah, mantengin laptop, muterin list film yang udah numpuk belum sempet gue tonton.


novel The Fault in Our Stars

Anyway, gue tertarik dan kagum banget sama film “The Fauilt In Our Stars”. Buat yang belum tahu, gue mau spoiler dulu dikit. Film ini diambil dari novelnya John Green, inti ceritanya tentang percintaan dua orang remaja pengidap kanker. Sang cewek, Hazel, 16 tahun mengidap kanker teroid stadium IV semenjak umur 13 tahum sempat ‘hampir’ meninggal dunia, tapi kemudian mendapatkan sebuah mukjizat, karena masa-masa ‘kritis’ nya saat itu dapat dilewati dengan menggunakan obat eksperimen, Phalanxifor, yang sebelumnya pernah digunakan pada orang-orang penderita kanker teroid lainnya tapi gagal (tidak bertahan hidup), hanya Hazel yang beruntung, obatnya merespon kanker yang dideritanya dengan baik, dan Hazel pun dapat bertahan hidup, entah sampai kapan. Kesehariannya, Hazel bernafas dengan bantuan tanki oksigen, ya, selang gak pernah lepas dari hidungnya, bukan piercing hidung yang sering elu-elu pasang gunta-ganti.

Hazel ini sangat suka baca buku, novel terutama, apalagi novel “An Imperial Affliction” karangan Van Houten. Salah satu mimpinya adalah mendapatkan balasan email dari Van Houten tentang bagaimana kelanjutan cerita dari novelnya, yang menurut Hazel ceritanya masih ngambang, belum selesai.

Sedangkan si cowoknya Augustus, 18 tahun, gue langsung memutuskan bahwa pasti Augustus ini seorang atlet yang berbakat, karena dapat dilihat dari jumlah piala dan piagam yang berjejer di atas meja kamarnya. Augustus ini penderita osteosarkoma dari sekitar 1,5 tahun lalu, dan mengakibatkan satu kakinya harus diamputasi. Tahu yang bikin gue kagum sama tokoh Augustus ini? Saat kakinya diamputasi dan diganti jadi kaki robot, dengan entengnya dia bilang, “Aku sekarang adalah bagian dari cyborg, dan itu keren.” Seakan tidak ada rasa kehilangan apalagi beban. 

Ceritanya bermula dari pertemuan dan perkenalan Hazel dan Augustus di sebuah kelompok pendukung, yang menjadi tempat sharing teman-teman yang memiliki penyakit berat lainnya, terutama kanker. Gue gak akan cerita banyak-banyak karena pasti bakalan panjang banget. Intinya, gue kagum dengan jalan fikiran mereka. Gue kagum dengan cara mereka melihat segala kekurangan yang ada pada diri mereka dengan cara mereka sendiri.


Hal yang paling gue inget adalah saat teman Augustus, namanya Isaac, sama seperti mereka Isaac adalah seorang penderita kanker retinoblastoma, semacam kanker yang menyerang mata. Selama ini dia menggunakan mata palsu, dan suatu hari dia akan melakukan operasi lagi untuk mengangkat mata palsunya, dan ya, dia menjadi buta. Sebelumnya, Isaac telah memiliki seorang pacar wanita, cantik, seksi, tapi kemudian putus setelah Isaac memberitahunya jika Isaac akan melakukan operasi mata, dengan alasan pacarnya itu sudah “tidak sanggup”. Alasan simpel, alasan sederhana, sangat manusiawi sekali, dan sangat gila!

Isaac yang lagi hancur-hancurnya datang ke rumah Augustus, bad mood percis cewek yang lagi pms ditambah gak punya duit saat ada diskon 85%. Nyeremin. 

Sesaat setelah Isaac selesai cerita ke Hanzel dan Augustus, emosinya tidak terbendung, dia menendangi meja televisi, namun kemudian Augustus menahannya dan memberikan bantal untuk dipukuli. Isaac pun menerima bantal itu dan meremasnya dengan kesal. Melihat ekspresi Isaac yang sedang gila-gilanya, (btw, gue jadi inget gue kalo lagi kesel banget, kelakuannya sama. Hahahaha..) Augustus mengambil bantal yang sedang diremas-remas Isaac.

“Kamu harus mematahkan sesuatu, bantal tidak bisa kamu patahkan,” kata Augustus kemudian mengambil piala basket ball, “Patahkanlah ini.”

Piala basket ball yang pernah Augustus dapatkan itu akhirnya menjadi bulan-bulanan Isaac. Alasan kenapa Augustus memberikan piala pada Isaac untuk dipatahkan adalah karena dia sudah lama mencari cara untuk mengatakan pada ayahnya jika dia tidak pernah menyukai basket ball. Simpel sekali. Dan alasan lainnya adalah ada pada buku An Imperial Affliction favoritnya Hazel, 

“Pain demands to be felt”, ya, rasa sakit memang harus dirasakan. Jika memang harus dengan emosi, maka emosilah secara bijak dan luapkan semua.


Akhir ceritanya seperti apa? mungkin sudah bisa ditebak, kalau cerita tentang kanker yaa pasti akhirnya akan ada yang meninggal dunia. Ya, mereka sudah tahu umur mereka tak panjang, tapi mereka tidak ketakutan, bersedih, atau menyerah begitu saja. Kehidupan mereka berjalan seperti biasa, semangat dan bahagia. Bahkan hingga Hazel berhasil mewujudkan keinginannya untuk bertemu dengan Van Houten.

Saat melihat film ini, ada sesuatu yang membuat gue merasa si sutradara dan penulis novel ini ingin mengatakan sesuatu, mungkin kurang lebih seperti ini :

  • Mereka penderita kanker parah, yang sisa umur hidupnya dapat dihitung, dan mereka sadar akan hal itu, tapi tetap semangat dan mencoba untuk tetap bahagia dalam menjalani hidupnya. Nah kita, yang tak punya kanker atau penyakit yang berbahaya lainnya, baiknya bisa lebih semangat dan lebih bahagia dari mereka. Walau sebenarnya kita pun tak tahu, apakah ada jaminanya umur kita dapat lebih lama dibandingkan dengan mereka? Tidak.

  • Mereka penderita kanker yang harusnya murung sering mengeluh tapi ternyata tak pernah mengeluh, yang mereka keluhkan hanya dua, saat selang pembantu dalam tubuhnya bergeser salah posisi, dan kesepian, tidak punya teman ‘sehat’ sebelum akhirnya dapat bertemu dengan teman-teman ‘senasib’.  Nah kita, tak perlu dijelaskan lagi sepertinya, karena bahkan hal sepele pun masih sering kita keluhkan, pake celana dalam kebalik contohnya.
Jadi, selamat tahun baru 2015 teman. Mari kita kumpulkan mimpi sebanyak-banyaknya, mari kita berusaha mewujudkan mimpi kita menjadi nyata. Banyak mimpi gue di tahun kemarin yang belum kesampean, semoga gue bisa mewujudkannya di tahun ini.

Harapan gue tahun ini sebenarnya simpel, dan.. mmm... udahlah.. just shut up and make it all happen! :)

Oh iya, ini gue tulis sebalik dari Tasikmalaya, abis jalan-jalan ke Galunggung bareng temen-temen tanggal 1 Januari kemarin. Mumpung masih awal tahun baru nih, apalagi long weekend.. Selamat liburan, semoga tahun ini menyenangkan dan menjadi tahun kita! :)
Semoga ada waktu juga buat gue bisa nulis lagi, dan nge-share cerita perjalanan kemarin.. udah lama gak bikin cerita perjalanan niih..
Hehehe..

See Yaaaa!!

Baca Juga yang Ini

0 komentar