cerita pendek
Mengerti Hati
15:31:00
Senyumannya, bola matanya, hidung mancungnya,
potongan poninya, dan rambut hitam sepunggung yang dibiarkannya tergurai sesekali
diacak-acak oleh angin selagi asik bercerita. Sudah bertahun-tahun nampaknya, Gue
selalu menjadi kotak saran saat dia memaksa gue untuk menemaninya makan siang
di warung lesehan samping kampus. Kemudian dia mendadak menjadi manusia paling
baik se-Bandung raya dengan membayar sepiring nasi beserta ayam asam-manis dan
teh botol yang barusan Gue pesan. Mungkin, itu caranya agar Gue bisa berubah
menjadi sebuah sound recorder selama satu jam ke depan untuk merekam semua ceritanya tanpa memotong sekalipun,
kecuali dia sendiri yang menekan tombol pause-nya
saat jam istirahat sudah habis, lalu menekan tombol play kembali nanti malam di tempat yang berbeda.
De, sayangnya Elu salah nilai Gue. Tanpa
ditraktir makanpun, Gue akan selalu bersedia mendengarkan cerita Elu, kapanpun,
dan dimanapun, karena hanya dengan itu Gue bisa berlama-lama memandangi
senyuman lu, mata elu yang bulat dan seakan ada kupu-kupu sedang berterbangan
disana dengan indahnya. Ya, apapun yang elu ceritain, asalkan bukan tentang cowok
yang di profil facebook lu menjabat
sebagai pacar itu. Tapi sayangnya Elu tidak juga mengerti, dan tidak terlalu
pintar mencari topik pembicaraan lain selain cowok yang selalu Elu bilang
sebagai Robert Pattison KW super, padahal menurut gue lebih mirip Robert
Pattison kw 5 yang baru saja diserang zombie
di film World War Z.
Serius, entah malaikat apa yang merasuki
pikiran gue, hingga membuat Gue betah berlama-lama mendengarkan cerita dari
Deliana, mendengarkan kata-kata yang mendadak terdengar seperti alunan melody dari petikan gitarnya Sungha-Jung di telinga gue, yang dengan
romantisnya sengaja dia mainkan spesial untuk Gue dan Deliana. Terkadang Gue
suka gak ingat apa saja yang sudah Deliana ceritakan dengan semangatnya ke Gue.
Apa yang sudah dia ceritakan sampai menangis atau bahkan ketawa keras banget,
sampai seluruh pengunjung warung lesehan melihat ke arah kita. Jelas, senyuman
Deliana terlebih dahulu sukses membuat Gue kena serangan jantung sampai tidak
sadarkan diri, bahkan sebelum satu patah katapun keluar dari mulutnya. Coba deh lihat matanya, yang selalu sukses ngebuat Gue rabun sejenak dan tidak bisa melihat
ke arah lain selain melihat ke Deliana. Sungguh, Gue sangat tersiksa, tapi entah
kenapa malah dibuatnya semakin terpesona.
Mungkin terdengar agak kebanci-bancian kalo
Gue bilang, Gue udah tergila-gila sama Deliana. Mungkin terdengarnya,
seakan-akan Gue adalah pecundang yang gak bisa move on, dan cuma terjebak di satu cewek, dan parahnya lagi cewek
itu udah punya cowok. Ya, Gue akui kalo gue adalah penggagum rahasianya
Deliana, tapi coba lihat, cowok waras mana sih yang gak mendadak panas-dingin
dan mendadak kena serangan asma setiap kali diberi senyuman Deliana? Itu baru
senyuman, coba bayangkan Gue yang tiap hari ngobrol sama dia. Tangan gue
ditarik-tarik sama dia setiap kali jam kuliah selesai, dan diseretnya Gue ke warung
lesehan favorite-nya itu untuk
sekedar jadi pendengar siaran radio dadakan Deliana tentang patah hati, atau
sekedar ngebanggain cowoknya yang jago main gitar itu. Rasanya pengen ngajuin
diri sebagai relawan ke Palestina sambil membawa photo Deliana di dompet gue, lalu
mati tertembak disana dengan photo Deliana yang melekat dengan indahnya di
genggaman tangan gue. Deliana, hanya dengan menggenggam photo lu di tangan gue
saat mati nanti, udah cukup bisa ngebuat Gue mati dengan bahagia. Mohon bagi yang lagi
megangin pisau terus pengen nusuk-nusukin Gue, dipersilahkan.
Bicara tentang cewek, sebenernya banyak cewek
yang diam-diam naksir sama Gue. Eits, dengan kata “diam-diam” disana, bukan
berarti Gue gak tahu. Biasanya nih ya, cewek ini tiba-tiba datang ke Gue saat
lagi makan di kantin sendirian, pura-pura nanyain tugaslah, atau nyontek
catetanlah, sambil ngobrol ngaler-ngidul gak jelas, yang lama-lama menjalur ke,
“Elu sebenernya masih single apa udah
punya pacar sih, Ga?”
Biasanya pertanyaan macam begini langsung Gue jawab dengan, “single,” kemudian wajah si cewek berubah jadi seneng banget, mirip anak kecil yang baru saja ditawari coklat dan lollipop dua lusin. Tapi, karena Gue udah terlanjur cinta sama Deliana (Oke, gue ngaku, gue cinta Deliana), biasanya Gue bakalan melanjutkan dengan bilang, “Tapi sayangnya Gue udah punya calon isteri.”
Setelah mendengar penjelasan Gue yang kedua, biasanya wajah cewek ini mendadak lemes, make up-nya mendadak luntur, lalu dia akan segera pamit pergi ke wc dan gak nongol-nongol lagi. Gue selalu khawatir kalau-kalau dia sedang nyilet tangannya gitu sampai urat nadinya putus, lalu tewas dan setannya tiap malam datang ke kamar gue, menghantui Gue karena tidak membiarkan dia dekat atau pedekate sama Gue. Sumpah kalo beneran terjadi kayak gitu, serem abis. Mending dikejar-kejar Asmirandah yang minta dinikahin daripada dikejar-kejar setan cewek yang bawa-bawa seikat bunga mawar gitu, terus teriak-teriak sambil cekikikan, “Jadilah pacarku! Jadilah pacarku! Temenin Aku biar gak kesepian! Kikikikikik..” Gue jadi merinding.
Biasanya pertanyaan macam begini langsung Gue jawab dengan, “single,” kemudian wajah si cewek berubah jadi seneng banget, mirip anak kecil yang baru saja ditawari coklat dan lollipop dua lusin. Tapi, karena Gue udah terlanjur cinta sama Deliana (Oke, gue ngaku, gue cinta Deliana), biasanya Gue bakalan melanjutkan dengan bilang, “Tapi sayangnya Gue udah punya calon isteri.”
Setelah mendengar penjelasan Gue yang kedua, biasanya wajah cewek ini mendadak lemes, make up-nya mendadak luntur, lalu dia akan segera pamit pergi ke wc dan gak nongol-nongol lagi. Gue selalu khawatir kalau-kalau dia sedang nyilet tangannya gitu sampai urat nadinya putus, lalu tewas dan setannya tiap malam datang ke kamar gue, menghantui Gue karena tidak membiarkan dia dekat atau pedekate sama Gue. Sumpah kalo beneran terjadi kayak gitu, serem abis. Mending dikejar-kejar Asmirandah yang minta dinikahin daripada dikejar-kejar setan cewek yang bawa-bawa seikat bunga mawar gitu, terus teriak-teriak sambil cekikikan, “Jadilah pacarku! Jadilah pacarku! Temenin Aku biar gak kesepian! Kikikikikik..” Gue jadi merinding.
Makanya, belakangan ini setiap kali ada cewek yang tiba-tiba ngedatengin Gue
pas lagi sendiri, hal pertama yang selalu Gue lakukan terlebih dahulu adalah
memastikan kalau si cewek itu gak bawa silet atau senjata tajam lainnya, yang
bisa membahayakan dirinya sendiri dan bahkan pastinya bisa membahayakan jiwa
gue juga. Tapi tetep yang lebih bahaya sih dikejar-kejar sama setan, sumpah Gue
gak ngerti gimana cara ngusir setan, sama dengan tidak mengertinya Gue gimana
caranya ngusir Deliana dari pikiran gue.
Seperti sore ini, seperti biasa Deliana
menunggu di depan kelas gue dengan bibir tipisnya yang sengaja dia majukan
beberapa millimeter ke depan dengan pandangan matanya yang dia lempar jauh ke
taman. Dari wajah cantiknya, (fyi,
walaupun bibirnya dimanyun-manyunin kayak gimanapun anak ini bakalan tetep
kelihatan cantik, serius) bisa Gue tebak kalo Deliana lagi bete mampus. Sudah
bisa Gue tebak juga pasti monyet, maksud gue cowoknya yang sok kegantengan itu
sudah menyakiti hati Deliananya gue ini. Emang gak tahu diuntung dia, sudah
dapat cewek sesempurna Deliana masih ajah nyakitin. Mungkin sudah saatnya untuk
Gue menggantikan posisi dia sebagai cowoknya Deliana. Andai semudah itu.
Pak Taher, dosen fisika gue akhirnya melepas
kacamatanya, syukurlah, ini berarti kuliah sudah selesai. Setelah memasukkan
barang-barangnya ke dalam tas ranselnya, Pak Taher keluar kelas, yang segera
disusul oleh Gue di belakangnya.
Belum selesai Gue nguap sambil meregangkan
otot-otot tangan gue yang asli pegel banget, Deliana sudah nyeret tangan gue
tanpa minta izin terlebih dahulu. Dasar kebiasaan, tapi gue suka sih.
Pegang tangan guenya agak lamaan ya, De.
Sampai besok atau minggu depan juga gak apa dah. Pastinya Gue ngomong ini dalam
hati.
“Lama banget sih tadi keluarnya,” Deliana
ngomel selama jalan, bibirnya masih manyun.
Bagi beberapa orang di kampus ini yang belum
tahu kalo Deliana sebenarnya udah punya pacar di luar sana, mungkin ngiranya
Gue ini adalah pacarnya Deliana. Iya, lagian apa sih namanya kalo tiap hari di
kampus ada seorang cowok dan seorang cewek yang hampir tiap hari makan siang bareng
dan pulang pasti duduk-duduk bareng di taman dulu? Gue sih gak pernah minta
buat disangkain pacarnya Deliana, tapi ya kalo ada yang nanyain langsung ke Gue,
Gue biasanya gak akan bilang atau ngomen macem-macem, biarlah apa kata mereka,
karena Gue termasuk satu dari banyak orang yang sangat menyakini kutipan
berikut, “Perkataan seseorang itu adalah doa.” Ya, siapa tahu kan ucapan mereka
itu kelak menjadi kenyataan. Ini bukan ngarep lho ya, ini doa.
“Biasalah Pak Taher tadi kebanyakan nyeritain
anaknya yang lagi kuliah di Qatar, bentar lagi lulus terus rencananya langsung
kerja disana. Ehm, dia nyeritanya sambil nahan nangis gitu lho, emang ya ikatan
seorang ayah sama anaknya,” cerita Gue.
Sepertinya cerita anaknya ini emang udah
dipersiapin. Bayangin ajah setiap kali jadwal kuliahnya Pak Taher, pasti ajah
nyerita panjang lebar tentang anaknya yang usianya satu tahun di atas Gue itu. Udah
pasti anaknya pinter gak ketulungan sih. Gue jadi sering kepikiran, apa
Bokap-nyokap gue dengan bangganya sering nyeritain Gue ke orang lain kayak Pak
Taher gitu gak ya?
“Iya lah, orang tua mana yang gak bangga
punya anak yang pinter, ganteng, keren, kuliah di luar negeri karena beasiswa,
dan udah bisa dipastiin masa depannya juga cerah. Emangnya elu, SP mulu tiap
tahun,” ledek Deliana tanpa ngelihat ke arah Gue. Ini anak becanda tapi
bibirnya masih manyun.
“Ha-ha-ha, lucu Lu,” cibir gue. “Koreksi, Gue
cuma satu kali SP lho ya,” sambung gue.
“Wah masa? Kok Gue gak yakin ya?” dengan
wajah dinginnya, Deliana langsung duduk di bangku taman.
Hari ini Elu nyebelin, becanda tapi mukanya
tanpa ekspresi gitu. Untung Gue suka sama elu, De, kalo enggak udah gue karungin
muka lu dari tadi.
Gue langsung duduk di samping Deliana. Ada
hening yang panjang saat kita duduk di bangku ini berdua, tanpa ada seorang pun
yang berkeliaran di taman. Tumben-tumbenan kampus udah sepi, padahal baru jam
setengah lima sore. Sekarang Gue dan Deliana hanya ditemani angin yang sedari
tadi iseng menggesek-gesekkan dedaunan. Otak gue mengartikan itu sebagai kode
dari angin supaya Gue berani menggesek-gesekkan tangan gue ke tangan Deliana. Otak
gue emang liar.
Wajah Deliana sore ini tampak anggun
diterangi sinar matahari yang mulai menjingga, tapi jauh lebih merana jika Gue
lihat lebih dalam. De, beban di mata lu berat
banget, kenapa gak lu tumpahin sebagian ke Gue?
“De, kamu baik-baik ajah kan?” sapa Gue
dengan suara sehalus mungkin. Sumpah Gue gak tahan dengan pemandangan indah di
depan mata gue yang lagi hancur kena badai besar ini.
Sekian detik tanpa mendapatkan balasan dari
mulut Deliana, dia malah membalas pertanyaan gue dengan air matanya yang
perlahan meluncur bebas ke pipinya. Kenapa Lu, De?
Kedua tangan mungilnya berusaha secepat
mungkin mengeringkan air mata di pipinya, yang tak juga berhenti mengalir.
Napasnya mulai kencang tak beraturan, matanya masih saja melihat ke seberang taman
tanpa fokusnya. Please, De, cerita ke
Gue, sebenernya ada apa?
Ada ratusan pertanyaan yang tak juga meluncur
di mulut gue, dan akhirnya hanya mengisi kotak draft di kepala gue. Ini pasti gara-gara monyet lu itu kan? Biar Gue
habisin dia nanti, berani-beraninya dia ngebuat cinta Gue ini nangis.
Dari majalah cewek yang waktu itu pernah gak
sengaja gue baca, saat cewek nangis, dia hanya butuh teman yang mau nemenin dia
sampai berhenti nangis, bukan teman yang banyak nanya ini-itu yang malah
ngebikin cewek itu merasa bersalah dan makin nangis sejadi-jadinya. Berdasarkan
itu, akhirnya yang Gue lakuin cuma merapat ke Deliana, langsung Gue rangkul pundaknya,
gue usap-usap, dan gue belai kepala dan rambutnya pelan.
"Gue ada disini, De, cuma buat Elu. Jangan sedih," bisik gue.
"Gue ada disini, De, cuma buat Elu. Jangan sedih," bisik gue.
Tahu satu kejadian yang bener-bener gak Gue
sangka sebelumnya? Dia langsung meluk Gue. Deliana, cewek tercantik se-Bandung
raya atau mungkin se-Indonesia, si cintanya gue itu meluk Gue erat banget. Deliana
nangis sejadi-jadinya di pelukan Gue. Oh, Tuhan, Gue janji akan belajar
mati-matian biar dapat beasiswa ke Qatar dan dapat pujian dari Deliana kayak
anaknya Pak Taher itu, asalkan Engkau mau menghentikan waktu saat ini. Please Tuhan, saat ini saja.
Jantung gue berdetak lebih cepat dari
biasanya, ditambah dengan hembusan napas Deliana yang begitu terasa di dada
gue, membuat Gue semakin tak bisa menutupi diri, kalo Gue bener-bener
deg-degan. Gue yakin Deliana juga bisa merasakan kencangnya detakkan jantung
gue yang semakin dia menenggelamkan mukanya di dada gue, detakkannya semakin
kencang.
Gue elus-elus lagi punggung Deliana, lalu Gue
belai rambutnya. Gue beranikan diri untuk bicara padanya.
“Deliana,” sapa gue pelan.
Deliana masih terisak di pelukan gue. Dada
gue terasa hangat. Gue berani jamin, baju gue udah basah oleh air matanya. Tak
apalah, malahan Gue senang, nanti sampai rumah, Gue bakalan nyimpen dan jaga
baju ini dengan baik-baik dan bakalan gue kasih label sebagai baju pertama yang
dipeluk dan dibasahi oleh air mata Deliana. Oke ini norak, tapi inilah cinta. Cinta
bisa merubah orang keren macam gue menjadi orang ternorak di dunia.
“De, udah ya jangan nangis. Nanti kalo ada
yang lihat berabe, bisa-bisa nyangkain Gue udah hamilin elu,” bisik Gue pelan.
Gue bisa dengar Deliana tertawa pelan sambil
berusaha keras untuk menahan isakkannya, “Dodol!” Deliana memukul dada gue
pelan. Dia masih menundukkan kepalanya, dan menghela nafas berulang kali.
“Udah mending sekarang temenin Gue hunting photo aja yuk?” ajak Gue. Kebetulan hari ini Gue bawa DSLR gue, emang udah lama banget gue puasa ngejepret, gatel rasanya tangan gue
pengen mijit tombol shutter, terus
senyum-senyum ke layar hasil jepretannya. Oke oke.. sebenernya udah lama juga Gue
pengen nambahin koleksi photo Deliana. Kalo lu tahu ajah, di kamar gue udah berderet photo Deliana dalam berbagai ekspresi, mungkin sebentar lagi Gue akan
buka museum photo Deliana.
Deliana hanya menganggukkan kepalanya,
pertanda dia bilang yes! Dan hati gue pun berteriak “YEEEESSSSS!!” Lebih
kencang.
*****
Sambil melihat beberapa hasil jepretan
barusan lewat layar DSLR gue, Gue
mendengarkan setiap kata yang keluar perlahan dari mulut Deliana. Suara Deliana
yang pelan, dengan helaan nafas berulang kali yang terdengar sangat berat.
Matanya masih lembab, dan melihat lurus ke depan, menatapi motor, mobil dan
orang-orang yang lalu lalang di jalan Braga. Sesekali Gue mengikuti arah
matanya, melihat ke arah dimana mata Deliana melihat. Hanya berharap agar Gue
dapat melihat apa yang Deliana lihat, dan Gue bisa rasa apa yang Deliana rasa
sekarang.
Gue mengarahkan kamera gue ke arah Deliana,
fokus gue arahkan ke wajahnya yang seperti baru saja diserang oleh sekawanan
perompak, salah satu perompak itu berhasil mengambil senyumannya, dan perompak
lainnya berhasil mengambil kupu-kupu di matanya. Yang tersisa sekarang hanyalah
Deliana tanpa senyuman, dan tanpa kupu-kupu matanya yang selalu nyasar
berterbangan di kepala gue itu.
Gue berhasil mengambil photo Deliana berulang
kali. Semakin banyak jari Gue menekan tombol shutter, sebanyak itu pula Gue perlahan mengerti perasaan yang
sedang dirasakan oleh Deliana hari ini. Semakin Gue ngerasa gak ada apa-apanya Gue,
kemana saja Gue selama ini? Sampai Gue gak tahu kalo perasaan Deliana ke
cowoknya itu sangat besar. Gue gak yakin perasaan dia ke gue sebesar itu pula,
mungkin kecil, jauh lebih kecil dan gak ada apa-apanya.
Gue mematikan kamera gue. Saat suara Deliana
tak lagi sejelas sebelumnya, suara di hati gue malah terdengar semakin jelas. Hati gue
menangisi hati elu yang ternyata sebesar itu untuk cowok lu, De. Bahkan mata lu
tidak sangat kuat untuk menahan air mata yang memukul-mukuli kelopak mata lu,
hingga akhirnya berhasil keluar, dan meluncur bebas menuju pipi lu. Kemudian Elu bercerita dengan suara yang
tak lagi keras, jika hubungan lu dengan cowok lu itu sudah kandas.
Sial! Perasaan apa ini? Apa yang harus Gue
lakuin sekarang? Ketawa gara-gara seneng akhirnya Deliana cintanya gue itu udah
putus sama pacarnya, jadi Gue bisa dapetin dia dengan mudah? Apa Gue harus ikut
nangis karena Deliana ternyata sangat mencintai cowoknya itu?
Gue selama ini cuma kayak orang begok yang
ngabisin waktunya cuma buat nunggu seorang cewek yang ternyata cinta banget
sama cowoknya. Berharap dari dulu hubungan mereka bisa renggang terus Gue bisa
masuk, dan ngerebut hati Deliana. Nyatanya sekarang perasaan gue malah kayak
gini. Gue lebih milih ditusuk-tusuk dengan pisau sama lu, De. Itu akan jauh
lebih baik daripada kayak gini. Oke, fixed Gue pecundang.
Hati gue makin hancur saat Elu menangis
sejadi-jadinya, dan menjadikan tangan indah lu itu sebagai wadah penampung air
mata yang tak pernah punya perasaan, membiarkan hati gue menangis melihat lu.
Dengan segala kejantanan yang tersisa kini,
Gue tak hiraukan semua tangisan hati gue yang super cengeng ini dengan mencoba
menenangkan Deliana, walaupun Gue tahu akan jauh lebih sulit saat hati gue juga
sedang sangat membutuhkan seseorang yang bisa memberikan ketenangan.
Gue merapat ke Deliana. Sengaja tangan gue,
gue daratkan di kepalanya lalu memain-mainkan rambutnya. Sekarang Gue seperti
sedang membelai duri landak, ternyata hati mempengaruhi segalanya, termasuk
ikut mempengaruhi indera peraba gue agar dapat merasakan kesakitan juga. Mata
gue tak henti melihat gerakan tangan gue, apa sih yang sebenernya lagi Gue
lakuin? Gerakan tangan gue mendadak berhenti, gerakan tangan gue sekarang jauh
lebih kaku dari robot-robot buatan Jepang. Hingga akhirnya, Deliana tampak
mengeringkan air mata di pipinya dengan lengan sweater longgar berwarna biru muda yang dipakainya malam itu.
“Balik yuk, Ga?” ajak Deliana kemudian.
Sepuluh menit kemudian, Gue dan Deliana sudah
tenggelam dalam keheningan pikiran masing-masing. Tak ada satu kata pun yang
keluar dari mulut gue, biasanya kalau lagi di jalan gini, Deliana pasti tertawa
membalas setiap ucapan gue, atau hanya tersenyum, manis sekali, Gue biasanya
ngintip dia lewat spion di sebelah kiri gue, yang sengaja Gue atur agak ke atas
biar setiap dia tersenyum, Gue bisa melihatnya dengan jelas, dan jika lawakan
gue garing, biasanya Deliana akan menjitak helm yang Gue pake, sambil bilang,
“Wooo… garing!!” tapi dia tetep ketawa. Sekarang berbeda, entah letak
kesalahannya ada dimana, yang Gue rasain, dada gue mendadak sakit.
Setelah sampai di depan rumah Deliana, saat memasuki
pagar, dia hanya mengucapkan satu kalimat yang terus Gue inget sampai sekarang
dan gak juga Gue ngerti apa maksudnya.
“Makasih ya Rengga, selama ini emang ternyata
Elu yang paling ngerti Gue, bukan Andre.”
Apa ini artinya Deliana baru saja menyadari
kehadiran gue dan berartinya Gue dalam hidupnya? Elu kemana ajah De selama ini?
Setelah Gue hampir atau bahkan sudah nyerah untuk mendapatkan hati elu, Elu
baru bilang itu ke Gue. Sadis banget Gue rasa, Gue kayak tempat sampah, tempat
Elu ngebuang semua unek-unek, tempat ngebuang semua sisa-sisa perasaan Elu tentang
Andre yang sudah membusuk itu ke Gue. Gue senang, De, gue senang. Yang gue gak
senang, kenapa sih Elu cuma ngejadiin gue tempat pelarian doang?
****
Seharian ini Gue gak ngelihat rambut Deliana
yang dimainin angin. Telinga gue juga gak budeg gara-gara ngedengerin cerita
Deliana seharian. Tangan gue kayak yang kemasukkan angin, gak ada tangan
Deliana yang biasanya narik-narik paksa Gue ke warung lesehan di sebelah
kampus, yang malah bekas tangannya Deliana itu terasa melekat banget di tangan
gue, hangat, sampe berminggu-minggu hangatnya gak hilang. Gue jatuh cinta, tapi
Deliana tak juga menangkap Gue, hingga akhirnya Gue jatuh berkeping-keping di
tanah.
Kontak Deliana tak menghiasi daftar panggilan
terakhir atau kotak pesan di handphone
gue. Hari ini Deliana menghilang, tidak datang ke kampus, tidak mengirimi Gue
kabar juga. Gue pengen ngehubungin dia, tapi gue rasa saat ini gak tepat,
Deliana sedang membutuhkan waktu untuk sendiri, tanpa kehadiran gue atau
kehadiran Andre (siapa tahu). Gue hanya berharap semoga Deliana segera kembali menjadi
Deliana yang bisa terus ngebuat Gue ketawa, Deliana yang ngebuat Gue insomnia
gara-gara diteleponin terus tiap malem. Gue kangen Elu, De, walau Gue udah coba
untuk tidak mengharapkan Elu saat ini, tapi Gue gak bisa bohong, Gue masih
sangat mengharapkan Elu.
Lusa paginya, doa gue terkabul. Deliana
masuk kampus lagi, dengan senyumnya, dengan rambutnya yang dibiarkan tergerai, dengan sweater biru muda yang kegedeannya, sepatu cats birunya, dan motornya Andre. Ya,
Deliana datang diantar oleh Andre.
Doa gue beneran terkabul, Deliana benar-benar
kembali menemukan kebahagiaannya, Andre. Ya, Andre lah yang bisa ngebuat
hatinya bahagia bukan Gue.
Doa gue untuk segera menemukan arti dari
kalimat yang Deliana ucapkan ke Gue malam itu, tak juga terkabul. Gue belum
mengerti dengan kalimatnya Deliana.
Mungkin Deliana benar, Gue adalah orang yang
paling ngerti tentang perasaannya, bahkan mengungguli mantan dan pacarnya
sekarang, Andre. Yang Gue gak ngeri cuman dua. Gue gak ngerti, kenapa Deliana
ngucapin itu ke Gue? dan Gue juga ternyata sama sekali gak pernah bisa ngerti
semua hal yang ada di dalam hati lu, Deliana.
***
Nb : Cerpen ini recycle-an cerpen gue sebelumnya yang diposting di ceritamu(dot)com.
0 komentar