Pentasku Telah Usai

Hujan besar menyambut penambahan masa kontrakku dengan dunia Di tengah malam angin pun ikut bernyanyi mengawali hari baru ini Nada ya...


Hujan besar menyambut penambahan masa kontrakku dengan dunia
Di tengah malam angin pun ikut bernyanyi mengawali hari baru ini
Nada yang dingin mampu mengeringkan tenggorokan

Kulangkahkan kaki ku bersama peluh yang mengurai air mata
Menetes deras, hangat sampai ke kakiku
Pohon besar di hadapku melambaikan daunnya
Mencoba menggapaiku yang bimbang

Di akhir senja itu


Berawal dari penantianku yang tak pasti
Berharap dalam kegelapan malam,
Dengan oksigen yang terasa menipis yang harus ku bagi dengan ruh titipanmu yang mulai kerasan tinggal di rahimku,
Sayangnya mataku tak kunjung melihat nafasmu

Peranku di pentas dunia yang baru, menyerikan pundakku


Skenario hidup baru yang harusnya ku mulai
Dengan lembar putih yang menguning, sudah siap dihadapku
Ku mulai menari
Kuangkat kaki yang sudah terlumuri tinta merah
Hasil dari ruh yang belum berwujud,

Di tengah tarian, pentas yang ku mulai
Ku pangggul peran baru yang nyerikan punggungku
Kertas putihku semakin merah, Aku mulai panik
Andai kuatku tuk memutar balik arah bumi

Seuntai tali yang menggoda melambai,
Tanpa menyerah terus menyapaku tuk gantungkan peranku,
Selesaikan skenario yang belum usai ini!
Disini, bersama ruh polos, tinta merah mengental

Dia yang polos berseringai senyum yang menyakitkan
Berharap dia tersenyum bahagia melihatku yang terbebas
Atau mungkin dia marah tak diperkenankan menggoreskan namanya


Inilah skenarioku, aku sudah bersiap untuk apapun yang terjadi kelak di akhir pentasku..

Dan di ujung kertas berlumur tinta merah ini ku putuskkan..

Gelap! Hidup ini memang terlalu putih untukku
Tapi tak terlalu hitam pula jalan hidupku
Serak suara yang tak kunjung keluar dari pita suaraku
Lidah ku peluh, kaku, mendesak keluar merusak segel,
Terasa kering tenggorokanku,
memutih dipermainkan angin..

Ku selesaikan pentasku di pertengahan skenario awal
Ruhnya menyambutku dengan seringai senyumnya yang menyakitkan
Dia menangis..
Tidak begitu menakutkan, namun gema suaranya memeras habis gendang telinga,

Bahkan bumi menggelengkan kepalanya, akhirat mengabaikanku
Hingga kini ku terus menunggu, tapi tak juga dia memanggil namaku
Aku belum memikirkan Surga atau Neraka,
Bahkan menyapaku pun akhirat tak pernah mau


Tak pernah kuduga akan sesakit ini..



Baca Juga yang Ini

0 komentar