coretan sederhana
Pentasku Telah Usai
19:57:00
Hujan besar menyambut penambahan masa kontrakku dengan dunia
Di tengah malam angin pun ikut bernyanyi mengawali hari baru
ini
Nada yang dingin mampu mengeringkan tenggorokan
Kulangkahkan kaki ku bersama peluh yang mengurai air mata
Menetes deras, hangat sampai ke kakiku
Pohon besar di hadapku melambaikan daunnya
Mencoba menggapaiku yang bimbang
Di akhir senja itu
Berawal dari penantianku yang tak pasti
Berharap dalam kegelapan malam,
Dengan oksigen yang terasa menipis yang harus ku bagi dengan
ruh titipanmu yang mulai kerasan tinggal di rahimku,
Sayangnya mataku tak kunjung melihat nafasmu
Peranku di pentas dunia yang baru, menyerikan pundakku
Skenario hidup baru yang harusnya ku mulai
Dengan lembar putih yang menguning, sudah siap dihadapku
Ku mulai menari
Kuangkat kaki yang sudah terlumuri tinta merah
Hasil dari ruh yang belum berwujud,
Di tengah tarian, pentas yang ku mulai
Ku pangggul peran baru yang nyerikan punggungku
Kertas putihku semakin merah, Aku mulai panik
Andai kuatku tuk memutar balik arah bumi
Seuntai tali yang menggoda melambai,
Tanpa menyerah terus menyapaku tuk gantungkan peranku,
Selesaikan skenario yang belum usai ini!
Disini, bersama ruh polos, tinta merah mengental
Dia yang polos berseringai senyum yang menyakitkan
Berharap dia tersenyum bahagia melihatku yang terbebas
Atau mungkin dia marah tak diperkenankan menggoreskan namanya
Inilah skenarioku, aku sudah bersiap untuk apapun yang
terjadi kelak di akhir pentasku..
Dan di ujung kertas berlumur tinta merah ini ku putuskkan..
Gelap! Hidup ini memang terlalu putih untukku
Tapi tak terlalu hitam pula jalan hidupku
Serak suara yang tak kunjung keluar dari pita suaraku
Lidah ku peluh, kaku, mendesak keluar merusak segel,
Terasa kering tenggorokanku,
memutih dipermainkan angin..
Ku selesaikan pentasku di pertengahan skenario awal
Ruhnya menyambutku dengan seringai senyumnya yang menyakitkan
Dia menangis..
Tidak begitu menakutkan, namun gema suaranya memeras habis
gendang telinga,
Bahkan bumi menggelengkan kepalanya, akhirat mengabaikanku
Hingga kini ku terus menunggu, tapi tak juga dia memanggil namaku
Aku belum memikirkan Surga atau Neraka,
Bahkan menyapaku pun akhirat tak pernah mau
Tak pernah kuduga akan sesakit ini..
0 komentar