#explorebandung
#explorejawabarat
bandung
cerita perjalanan
cililin
curug malela
Indonesia
pecinta alam
teknik industri
touring
UNJANI
TI UNJANI ROAD TO CURUG MALELA
21:09:00
Saat Sabtu, 24 januari 2015,
malem jam segini lagi galau-galaunya. Bukan, bukan karena wanita, tapi tentang
cuaca dan motor. Bandung sedang dalam kondisi cuaca yang mirip gebetan, susah
ditebak, kadang adem kadang gerah, sekarang panas sepuluh menit kemudian bisa
tiba-tiba turun hujan deras tanpa ngasih kode terlebih dahulu. Oke, Bandung
belakangan ini sudah sangat mirip cewek PMS yang tiba-tiba marah, teriak-teriak
gak jelas, padahal baru semenit sebelumnya ketawa keras banget. Ya gitulah..
Tapi kali ini bukan cewek yang akan
gue bahas, tapi kondisi jalan menuju Curug Malela yang kejutannya gak kalah
banyak dari drama korea. Yup, acara refreshing
bareng anak-anak kampus di sela-sela liburan setelah UAS semester ganjil ini,
kita putuskan untuk touring ke Curug
Malela, Cililin. Planning ini sudah
dibuat jauh-jauh hari, bahkan kala cuaca masih mendukung untuk menggelapkan
kulit. Mendekati hari keberangkatan, cuaca mulai labil, dan puncaknya satu
minggu terakhir ini sering turun hujan setiap siang, sore bahkan hingga malam.
Ini yang berhasil membuat kepala gue terombang-ambing untuk membawa motor bebek
gue atau enggak, rasanya hampir sama dengan terombang-ambingnya perasaan
seseorang yang sedang mendekati gebetannya yang ternyata gak juga ngasih kode-kode
spesialnya ke dia, tetep kekeuh mau
tembak atau enggak? #Halah
Pada hari keberangkatan, Minggu,
25 januari 2015 gue putuskan untuk tetap make si Ve (nama motor gue) menimbang
ternyata anak-anak kampus banyak yang gak ada motor, dan harus nebeng, terutama
anak-anak ceweknya.
Jadwal kumpul kita jam 05.00, dan
rencana berangkat jam 06.00 dari kampus UNJANI Bandung, dengan sebuah
ekspektasi agar dapat sampai di Curug Malela pukul 9 atau 10-an. Dan
realitanya, jadwal kita sukses. Ya, sukses ngaret dengan kumpul di kampus jam
06.00 dan baru berangkat pukul 07.15. Hmm.. mungkin gue salah, harusnya bukan
ngaret ya? tapi kita telah berhasil menciptakan pembagian waktu baru di
Nusantara. Welcome to WITIU, guys! Waktu Indonesia bagian Teknik
Industri Unjani.
****
Berangkat dari kampus dengan
jumlah 12 motor, di antara anak-anak kampus ini, ada tiga orang yang merupakan
anggota aktif club motor, otomatis
udah sering ikut touring, jadi
sensasi touring yang mereka dapat di club,
mereka bagi ke rombongan ini. Satu orang jadi leader jalan di barisan paling depan, dua orang lagi jadi sweeper. Kalo dipikir-pikir kayak main
bola, si sweeper ini menjaga
pertahanan, kalau ada serangan dari musuh mereka yang menghadang biar tim dan
gawang aman. Di touring juga sama,
mereka yang menjaga rombongan dari belakang biar gak bercecer. Kalo bagian
tengah barisan ada yang ‘mandeg’ karena kejebak macet atau kehalang sama mobil
yang (biasanya) gak mau ngalah, sweeper
bakalan maju ke depan, mainin klakson mirip bocah yang baru nemu terompet di
malam tahun baru, niup terus-terusan, sekenceng-kencengnya, gak akan berhenti
sebelum orang-orang pada minggir sambil ngomel, nah mirip. Kemudian sweeper ini akan mimpin barisan yang mandeg buat keluar dari macet sampai
gabung lagi sama barisan yang udah ada di depan. Setelah itu sweeper akan balik lagi ke barisan
paling belakang. Itulah sweeper, keren
kan?
Kita berangkat dengan formasi
menyerupai barisan yang gak kalah rapi dari anak-anak TK sebelum masuk ke
kelas. Paduan suara knalpot, klakson, dan suara-suara tertawa plus suara
sumbang yang mendadak karokean di perjalanan, gak kalah ributnya sama anak-anak
STM yang lagi nyerang tawuran. Ini asyik, tapi pasti nyebelin bagi pengguna
jalan lain yang terpaksa harus minggir saat rombongan kita lewat. Ya, gue tahu
rasanya, karena pernah naik motor berpapasan sama rombongan tour club motor. Rasanya.. begitulah..
Kita berangkat lewat jalan
Pasteur, tembus ke Cimahi, Padalarang, masuk ke Cililin. Di Cimahi dan
Padalarang, kita berhenti dulu sebentar untuk beli minum dan nungguin temen
yang telat gabung. Total rombongan ada 15 motor dan 25-an orang yang ikut (maaf
kalo salah jumlah, gak sempet ngabsen, bos!). Dari total rombongan itu, jok
belakangnya ada yang diisi oleh calon teman di kursi pelaminan-nya, ada juga
yang diisi oleh gebetannya atau temennya, gak sedikit juga yang jok belakangnya
diisi oleh jas hujan, dan sisanya kebanyakan diisi oleh harapan, angan-angan,
serta kesendirian.
Perjalanan lancar jaya, hingga
memasuki Cililin. Seperti sebuah hubungan, takkan berkembang dan pasti
membosankan jika belum merasakan manis-pahitnya sebuah cobaan, touring-pun sama. Tepat di pasar
Cililin, kita dihadang oleh kemacetan karena aktivitas lalu-lalang kendaraan
dan orang-orang yang sedang tawar-menawar barang. Sebagai seorang warga
Bandung, terjebak di tengah kemacetan selama 45 menit, kurang lebih, adalah
suatu hal yang biasa. Namun, jika harus terjebak macet di tengah kubangan air
bercampur lumpur, tanah, dan sampah pasar, hhmmmm.. mendingan nikah sama
anaknya Mentri Susi, biar bisa pinjem jet pribadinya dah.
Bukan hanya itu, saat sudah
melewati kecamatan Rongga, menuju desa Cicadas, mendekati kawasan Curug Malela,
kita berjumpa dengan hamparan pemandangan pegunungan dan kebun teh, ini
pemandangan yang keren banget. Sangat bertentangan dengan kondisi jalannya yang
sumpah bakalan keren banget kalau sedikit diperbaiki, gak berharap banyak sih,
ratain saja-lah batu-batunya, sudah cukup. Ya, karena kondisi jalan yang
relatif berupa tanjakan cukup curam dan sangat berbatu.
****
Kurang lebih pukul 11.00, kita
sampai di gerbang masuk Curug Malela. Disini kita membayar biaya administrasi
perorang Rp.5000,- ,dan permotor Rp. 3000,-. Sebagai point plus, begitu sampai di gerbang masuk Curug Malela, kita
disambut oleh warga yang sangat welcome.
Apalagi saat kita meminta izin untuk ikut menggunakan kamar mandi, warga
sekitar gerbang curug Malela ini sangat mempersilakan untuk menggunakan kamar
mandi rumahnya.
![]() |
Ini Gerbang Masuk Curug Malela |
Dari gerbang masuk ini,
perjalanan belum selesai. Kita masih harus melewati jalan yang berbatu,
bertanah basah bekas hujan kemarin, dan tanjakan yang cukup curam, sekitar 2 km
lagi menuju tempat parkir. Maka pastikanlah ban motor lu tidak pelontos
kawan-kawan.
Sampai di tempat parkir, ada
warung yang menjual camilan dan minuman. Teh pakai gula aren (gula merah)-nya
patut dicoba, bro. Kita istirahat
disini sebentar, sekalian nitip helm, takut tiba-tiba turun hujan.
![]() |
cekrek di tempat parkir |
Jangan sangka kita sudah sampai
di tujuan. Belum. Kita harus jalan kaki lagi, menuruni anak tangga kurang lebih
600 m. Ya, untuk sampai di Curug Malela, perjalanannya memang sangat berkesan.
Tapi jangan khawatir, selama perjalanan, kanan-kiri kita diberi bonus
pemandangan pegunungan yang hijau, dan view
curug malela dari kejauhan.
Keringat? Pasti.
Seru? Jangan ditanya lagi.
Sehat? Jasmani atau rohani nih?
Hati juga loh..
Nyesel? Nyesel lu selama di
perjalanan akan hilang setelah melihat curugnya..
Ada pertanyaan lagi? mending
lihat curugnya nih..
Tadinya niat dari rumah udah
bulet, mau nyebur, mainan air kayak bocah padang pasir yang gak pernah ngeliat
air, atau sekedar teriak-teriak gak jelas di depan berisiknya suara air curug.
Tapi kemudian gue urungin niat gue itu setelah melihat arus curug yang gak
nyantai.
Akhirnya niat untuk nyebur gak
jadi karena takut hilang hanyut kebawa arus, tahu-tahu ketemu udah jadi bubur.
Mau mainan air kayak bocah yang gak pernah ngeliat air gak jadi, gue malah
mainan air di samping batu-batu, mirip kucing yang takut bulunya lepek kena
air. Kalau teriak-teriak gak jelas di depan curug? Ini dia yang akhirnya gue
lakuin. Tapi, niat buat teriak gak jelas, jadinya malah sangat amat jelas,
“GAK JOMBLO LAGI
2015!!!!!!”
“KAWIN 2018!!!!!!”
Suara gue sejelas suara “Aamiin”
di belakang sana, sayang calonnya tidak sejelas itu.
***
Gue mendadak jadi photographer dadakan hari ini. tiba-tiba
banyak pasangan pra-wedding disini..
Kayak ini contohnya..
![]() |
Badot dengan calonnya |
![]() |
Yusup dengan calonnya |
![]() |
ada juga imamul dan cal.. ehh. kok? -_____- |
Capek juga
ternyata mainan air, hunting foto,
ngobrol ngaler-ngidul, ngigo kejauhan, sok-sokan mau kesini lagi sama
gebetanlah, sok-sokan mau ngelamar pasangan disinilah, dan ngigo hal-hal absurd lainnya sekitar dua jam lebih
dikit. Ya, suasana curug yang dikelilingi tanaman hijau, batuan besar, gemericik
air yang memenuhi telinga ini memang sukses membuat kepala gue berputar lebih
cepat, hingga isinya mencair membentuk sebuah pola-pola imaji liar.
Langit yang
mulai mendung, memaksa kita untuk segera bergegas. Mengingat struktur jalan
yang kurang bersahabat, kita putuskan untuk buru-buru jalan balik. Dan si
romantis menghampiri kita. Ya, gerimis.
![]() |
. . . . . . |
Hal yang
ditakuti sewaktu berangkat tadi adalah perjalanan pulangnya. Kondisi cuaca
yang mulai gerimis, membuat jalanan yang berbatu ini sangat licin. Dan
ketakutan itu pun terjadi. beberapa motor ‘besar’ sempat jatuh saat melewati
tanjakan di gerbang keluar curug Malela, karena licin. Alhasil, motor harus
dibantu, didorong agar bisa naik. Syukurnya si Ve, baik-baik saja, gak nyelip
atau ataupun jatuh. Terimakasih Ve, emang jagoan gue. #cipokbasah
Perjalanan
balik lebih edan. Kita hujan-hujanan. Akhirnya kita nyimpang buat sholat Ashar
dan makan sekalian nunggu Maghrib di warung makan ikan bakar samping sungai
besar. Sungai apa gue gak tahu namanya. Lupa juga ngecek ini ada di daerah
mana, karena hape udah mati. Yang penting makaann..
Kita baru
melanjutkan perjalanan balik setelah sholat Maghrib, lelah memang terasa, tapi
bahagia lebih banyak.
Gue sendiri
sampai di rumah tepat pukul 21.00. Ini adalah touring pertama gue bareng
anak-anak kampus. Setelah tahun kemarin, anak-anak kampus pernah touring juga
ke puncak guha, dan pantai rancabuaya. Sayangnya waktu itu gue gak ikut, karena
ada acara lain. Ya, ada nikahan senior gue di perusahaan dulu, kakak kelas gue
waktu di SMK yang sudah seperti kakak gue sendiri. Inilah hidup, selalu
memilih, antara dua pilihan, dan prioritas. Saat itu gue lebih milih datang ke
acara nikahan senior gue itu, karena gue merasa pernikahan adalah hal sakrar
yang lu lakuin sekali seumur hidup lu. Kecuali lu ‘doyan’ dan punya ‘kekuasaan’
buat nikah berkali-kali, itupun dengan calon yang berbeda. Makanya, hampir tak
ada kemungkinan buat seseorang untuk menikahi orang yang sama lebih dari satu
kali dalam hidupnya.
Tak ada
kemungkinan, berarti masih ada kemungkinan dong? Iya, tapi jarang.
Intinya, karena
gue yakin senior gue ini adalah orang yang gak mungkin melakukan hal itu, dan
gue yakin teman-teman kampus gue adalah anak-anak seru yang gak mungkin cuman
melakukan touring hanya sekali seumur
hidup, pasti ada saatnya kita melakukan touring
lagi, dan itulah yang terjadi sekarang ini. Akhirnya gue bisa juga ikutan
touring bareng anak-anak kampus.
Dan tentang
senior gue? Hingga saat ini belum ada tanda-tanda bakalan kawin lagi. Jadi gue
sangat bersyukur, ternyata keputusan gue saat itu tidak salah. Ehem,
kabar-kabarnya senior gue sedang menantikan kelahiran anak pertamanya. Waah..
Semoga dilancarkan segalanya, dan dianugerahi seorang anak yang sholeh dan atau sholehah, serta lucu-lucu kayak om-nya ini waktu bayi.
Hhmmm.. dan tentang touring ke Curug Malela ini, gue belajar banyak
hal.
Yaaa.. gue sadar beberapa hal :
- Banyak orang yang bilang, hal yang istimewa dan
sangat membahagiakan itu tidak akan pernah didapatkan oleh si lemah dengan
perjuangan yang sangat mudah. Ya, untuk mendapatkan Curug Malela ini memang
sangat-sangat memerlukan kesabaran saat di perjalanan, tapi hasil yang
didapatkan memang sangat istimewa.
- Gue sadar, memang setiap hal pasti memiliki sisi
baik dan buruknya. Manusia tidak pernah lepas dari rasa kecewa, ingin selalu
menggerutu, mengeluh, bahkan dalam keadaan terbaikpun, keluhan masih sering
kali mencuri tempat dan waktu. Indah jika kita bisa menguasai ‘view’ kehidupan, dapat mengatur dengan
luwes setiap sudut pandang kehidupan. Dari segala Sesuatu yang buruk tersebut
pasti ada saja sesuatu yang sangat bahagia, layak untuk kagumi, dan selalu
dapat disyukuri. Seperti struktur jalan menuju kawasan Curug Malela yang super
kacau, coba jangan terpaku ke jalan, alihkan pandangan sesekali ke kanan-kiri,
pasti keluhan yang lu rasa berubah menjadi rasa kagum dan syukur. Ya, gue sangat
bersyukur diberikan kesempatan untuk dapat mengunjungi tempat ini.
- Dalam touring,
gue sadar, lu gak akan berjuang sendirian, saat mengendara di jalan yang rusak,
lu gak merasakan getaran dan segala guncangan itu sendirian. Ada seseorang yang diam di jok belakang
lu, ikut merasakan getaran, dan akan selalu setia menemani lu, gak akan turun
sebelum sampai pada tujuan. Untuk yang mengendara sendiri? Lu gak sendiri, di
belakang dan di depan lu selalu ada orang yang nemanin lu, merasakan setiap getaran dan guncangan
dari jalan yang tak rata, merasakan setiap hentakan dari polisi tidur dan
ranjau yang tak terelakan bersama-sama dengan lu. Saat lu gak sanggup naik dan terjatuh. Rombongan selalu
siap memperbaiki motor lu, atau hanya untuk membantu mendorong motor lu sampai
menemukan bengkel atau pom bensin terdekat, saat bahan bakar lu habis.
Dalam
hidup pun sama. Gak pernah ada yang hidup sendirian. Percayalah, pasti ada
seseorang yang sangat peduli, siap membantu sebesar apapun masalah yang sedang
dihadapi, rintangan, guncangan yang segimana kacaunya. Saat lu merasa hidup lu cuman sendirian,
merasa gak punya teman bahkan sahabat, percayalah, walau tidak menunjukan
secara langsung, ada seseorang yang membantu dan memberi semangat secara tidak
langsung, dan bahkan secara diam-diam membantu lu. Tahu pertolongan terbaik
yang gak pernah lu sadari? Doa dari seseorang secara diam-diam.
-
Don’t underestimate
yourself!
Ini
adalah kalimat pasaran yang gak pernah bosen gue inget. Ya, dalam touring ini
pun sama. Gue yang tadinya meragukan untuk berangkat pake motor gue, yang hanya
motor bebek yang belum terlalu teruji untuk perjalanan yang cukup jauh. Gue
terlalu merendahkan kepunyaan gue sendiri. Saat gue memaksakan, berusaha untuk
percaya pada apa yang gue punya, ternyata motor gue cukup tangguh untuk
perjalanan jarak jauh. Dan yang paling membuat gue gak percaya sendiri adalah,
saat melewati tanjakan berbatu kala gerimis pulang, motor gue gak selip ataupun
jatuh.
Ya, dalam hidup pun sama. Kita sering 'down' saat melihat kemampuan, bakat, dan peruntungan orang lain yang lebih baik dari elu. Elu gak pernah sadar kalau elu pun sama seperti orang itu. Sama-sama memiliki kemungkinan untuk dapat berkembang, dan memiki tingkat keberuntungan dan keberhasilan yang sama atau bahkan lebih baik dari orang itu, sebetulnya. Tapi, karena elu terlalu fokus memikirkan hal-hal 'wah' yang dimiliki orang lain, elu jadi hilang fokus pada hal-hal dalam diri lu yang sebenernya bisa menjadi jauh lebih 'wah' dari orang lain. Percayalah, sebenernya elu jauh lebih baik dari orang lain, jika lu percaya. Betul, Don’t underestimate yourself!
Itu hanya empat poin dari sekian banyak poin-poin yang gak dapat terungkapkan. Untuk foto-foto selama di Curug Malela akan, dan beberapa sudah gue upload di #CobaJepratJepret.
Okelah, mungkin sudah cukup coretan gue tentang Curug Malela ini, di paragraf terakhir, izinkan gue untuk mengucapkan terimakasih kepada Tuhan yang telah menciptakan Bandung, Indonesia, dan bumi dengan paket curug dan alamnya yang sangat mengagumkan. Kalau saja boleh, gue pengen ngintip surga yang kata-Nya jauh lebih indah dari apa yang ada di Bumi. Ya, pemandangan bumi yang selama ini sering orang puja-puji, agung-agungkan, tak ada apa-apanya dengan Surga. Terimakasih juga untuk teman-teman Teknik Industri Kelas Reguler Sore 2013 P atas pengalaman touring yang gak mungkin bisa gue lupakan. Oh iya, terimakkasih Veeee... #kecupbasah
0 komentar